Agar Tak Salah Paham, Begini Penjelasan Pengamat Hukum Soal Pasal 353 RKUHP

oleh

Pengamat Hukum Ilham Putuhena mengharapkan masyarakat atau pihak-pihak tertentu tidak mengaitkan Pasal 353 Ayat 1 dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tentang penghinaan terhadap DPR, Jaksa, Polisi hingga Kepala Daerah. Menurutnya, pasal tersebut hanya mengatur tentang penghinaan terhadap institusi lembaga negara, bukan kepada pejabat atau perorangan.

“Sebenarnya pasal itu tidak mengatur ke pejabatnya, tapi hanya mengatur ke lembaganya. Jadi harus dipisahkan, ada pasal lain yang mengatur mengenai penghinaan terhadap pejabat. Nah, itu beda pengaturan,” ujarnya saat menjadi pembicara pada diskusi yang diselenggarakan oleh Rumah Ide Demokrasi (RID), di Che-T Coffee, Menteng Atas, Jakarta Selatan, Minggu (26/6/2022).

Ilham Putuhena menjelaskan pasal 353 ayat 1 itu salah satu tujuannya membentuk kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara atau lembaga pemerintahan. Sehingga saat ini memang tidak bisa dilepaskan ketika sebuah institusi bekerja dengan baik, tentu tidak terlepas dari personal didalamnya.

“Sebenarnya isu yang sekarang muncul adalah isu kelembagaannya, apakah lembaga yang bersangkutan dengan kepercayaannya masih bagus atau tidak. Orang-orang yang kemudian mengangkat isu kelembagaan ini bagus atau tidak, itu cenderung pada orang-orang yang anti terhadap fungsi-fungsi atau terhadap lembaga yang ada sekarang ini,” jelasnya.

“Berbeda kalau kita mengkritik kepala lembaganya, misalnya bupati, walikota bahkan presiden itu tidak diatur disini (pasal 353 ayat 1 RKUHP). Ada pasal lain yang mengaturnya dan harus ada pengaduan, jadi harus lapor. Kalau dia tidak melapor ya tidak diproses,” tambahnya.

Putuhena menilai pihak-pihak yang menolak disahkannya RKUHP sama saja ingin menggradasikan fungsi pemerintah yang ujung-ujungnya menggradasikan fungsi negara.

“Jadi takutnya ini akan menjadi isu untuk bagaimana negara ini berbenturan dengan rakyat. Nah, itu biasanya kelompok yang angkat isu itu adalah kelompok-kelompok yang ingin membangun sebuah negara-negara baru atau untuk ingin membangun ketidakpercayaan terhadap institusi,” pungkasnya.

Oleh karena itu, menucatnya isu penolakan pengesahan RKUHP dengan indikasi membangun ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah lah Itu yang kemudian ingin dicegah.

“Tapi kalau terhadap bupatinya, walikotanya, presidennya ada pasal lain dan mereka harus melapor, tidak bisa serta-merta negara langsung memproses ke penegak hukum. Ini dua hal yang berbeda dan dua tujuan yang berbeda. Saya kira itu penting diatur, karena bagaimana negara bisa menjaga wibawanya ya dengan cara pemerintah melayani masyarakat,” tutupnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.