Pejabat Fungsional Analis Hukum memiliki peran penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Peran dan tugas tersebut sebagaimana dalam Pasal 98 ayat 1a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 13 Tahun 2022.
Guna menjadi langkah strategis dalam mendukung agenda penguatan kualitas peraturan perundang-undangan, Analis Hukum yang tersebar di kementerian/lembaga, Kantor Wilayah Kemenkumham, dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia diharapkan dapat berdampingan dengan Perancang Peraturan Perundang-Undangan untuk menguatkan pembangunan substansi hukum.
“Bahwa penguatan itu khususnya dalam pembentukan dan evaluasi peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah,” ujar Tongam R. Silaban selaku Analis Hukum Ahli Madya (Koordinator Kelompok Substansi Politik, Hukum, Keamanan dan Kesejahteraan Rakyat) Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
Menurut Tongam, manfaat peraturan perundang-undangan diharapkan dapat semakin dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam Permenpan No. 51/2020 tentang Jabatan Fungsional Analis Hukum, tugas Jabatan Fungsional Analis Hukum yaitu melakukan kegiatan analisis dan evaluasi di bidang peraturan perundang-undangan dan hukum tidak tertulis.
“Tugas lainnya adalah analisis dan evaluasi pembentukan peraturan perundang-undangan, analisis dan evaluasi permasalahan hukum, pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan,dokumen perjanjian dan pelaksanaan perjanjian, pelayanan hukum, perizinan, informasi hukum, dan advokasi hukum,” jelasnya.
Tongam menilai tugas jabatan Analis Hukum tersebut memang sangat luas, oleh karena itu seorang Analis Hukum harus mempunyai perbekalan ilmu yang komprehensif.
“Pengembangan kualitas Analis Hukum ini menjadi tantangan bagi kita di BPHN Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai Pembina Jabatan Fungsional Analis Hukum,” terangnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengesahkan UU No. 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada tanggal 16 Juni 2O22.
Sebelumnya, Pemerintah dan DPR telah mengubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Undang-Undang Nomor 13/2022 dibentuk dalam rangka mewujudkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan melalui penataan dan perbaikan mekanisme Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” tambahnya.
Lebih lanjut Tongam menjelaskan, UU 13/2022 sebagai penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan yang terdapat pada UU yang terdahulu, sekaligus menjadi tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2O2O.
“Beberapa pengaturan baru dan penyempurnaan yang diatur pada UU No. 13/2022 ini antara lain adalah pengaturan mengenai metode omnibus, penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation). Perubahan pengaturan mengenai pengundangan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, penyempurnaan pengaturan mengenai pemantauan dan peninjauan terhadap Undang-Undang, perubahan pengaturan mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan,” jelasnya.
Selain itu, pembentukan peraturan perundang-undangan secara elektronik, penyempurnaan teknik penyusunan Naskah Akademik dan Peraturan Perundang-undangan.
“Ketentuan mengenai perbaikan kesalahan teknis, serta ketentuan mengenai keterlibatan pejabat fungsional Analis Hukum dan Analis Legislatif, serta tenaga ahli dalam tahapan pembentukan peraturan Perundang-undangan,” pungkasnya.