Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM (BPHN Kemenkumham) melaksanakan kegiatan Dengar Pendapat (Public Hearing) Perencanaan Legislasi dengan tema Perencanaan dan Kesiapan RUU dalam Prolegnas.
Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN Djoko Pudjiraharjo mengatakan, Kemenkumham menargetkan 9 Rancangan Undang-Undang yang telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) diselesaikan hingga tahun 2024.
“Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang dapat dilaksanakan. Oleh karenanya, 9 RUU Prakarsa Kemenkumham yang sudah masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah, harus dapat diselesaikan sesuai dengan target yang telah direncakanan sampai dengan tahun 2024,” tuturnya di kegiatan Dengar Pendapat di Bukittinggi, Sumatera Barat, Kamis (16/06/2022).
Djoko menjelaskan bahwa BPHN selaku koordinator dalam perencanaan Prolegnas memiliki tugas untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelesaian RUU yang masuk dalam Prolegnas.
“Kita memiliki semangat yang sama untuk membangun hukum. Semakin maju pembangunan hukum, maka kesejahteraan diharap meningkat. Penyusunan UU jangan didasarkan pada keinginan, tetapi kebutuhan hukum,” kata Djoko Pudjiharjo.
Menurutnya, proses penyelesaian RUU Prolegnas perlu diperkuat dengan kerja sama antar berbagai pihak, khusus kementerian dan lembaga-lembaga negara.
“Mengenai perlunya memperkuat sinergi seluruh stakeholders baik eksekutif, yudikatif, legislatif dan masyarakat untuk terus bersama-sama mengawasi kinerja Prolegnas,” ujarnya.
Diskusi Dengar Pendapat yang diselenggarakan oleh BPHN Kemenkumham itu membahas kebijakan perencanaan UU dalam Prolegnas. Secara khusus, kegiatan ini membahas arah kebijakan dari RUU Prakarsa Kementeriah Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang masuk dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024.
Selama diskusi, setiap narasumber yang hadir turut memberikan masukan dan pendapat secara umum terhadap kebijakan Prolegnas, dan secara khusus terkait RUU tertentu sesuai kepakarannya masing-masing.
Seperti yang disampaikan akademi dari Fakultas Hukum Universitas Andalas Dian Bakti, yang berpendapat bahwa sebaiknya pemerintah berorientasi pada kualitas dibandingkan pada kuantitas RUU.
“Semakin banyak Undang-Undang maka yang mengikat rakyat semakin banyak. Mungkin lebih tepat kita berorientasi kualitas, jangan kuantitas,” ungkap Dian
Dian juga membandingkan kondisi sebelumnya, dimana program pemerintah dapat berjalan meskipun undang-undang yang ada aspek kekurangannya, “Tetapi saat ini justru sebaliknya, dimana mungkin undang-undangnya telah bagus tetapi pemerintah kurang memiliki kebijakan yang kuat,” jelasnya.
Sebagai informasi, dalam Prolegnas Jangka Menengah 2020 – 2024, terdapat 44 RUU Prakarsa Pemerintah, di antaranya terdapat 15 RUU yang merupakan prakarsa dari Kemenkumham, 9 RUU di antaranya dibahas dalam kegiatan tersebut.
Kesembilan RUU tersebut adalah RUU tentang Perubahan atas UU No 39 Th 1999 tentang HAM, RUU tentang Badan Usaha, RUU tentang Jaminan Benda Bergerak, RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No 30 Th 2004 tentang Jabatan Notaris, RUU tentang Kekayaan Intelektual Komunal.
Kemudian, RUU tentang Perubahan atas UU No 1 Th 1979 tentang Ekstradisi, RUU tentang Perubahan atas UU No 1 Th 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Masalah Pdana, RUU tentang Pemindahan Narapidana Antar Negara, dan RUU tentang Perubahan atas UU No 16 Th 2011 tentang Bantuan Hukum.
Dalam kegiatan tersebut, narasumber lain yang turut hadir antara lain Riza Novara dari Apindo Wilayah Sumatera Barat, Azmi Fendri dari Program Studi Kenotariatan Universitas Andalas, Charles Simabura dari Pusat Studi Konstitusi/PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas, Erlita Elda dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Sumatera Barat, Mohamad Fahmi dari Kejaksaan Negeri Padang, Fauzan Azim dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, serta Amril Amir dari Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau/LKAAM).