Jakarta, RID – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terus menuai pro dan kontra. Meski demikian, Pengamat Hukum Ilham Putuhena justru mendorong regulasi tersebut segera disahkan. Hal itu disampaikan dalam sebuah diskusi kerja sama Rumah Ide Demokrasi (RID) dan Che-T Coffee.
Menurut Ilham Putuhena, alasan penting pertama karena KUHP di Indonesia merupakan produk kolonial masa penjajahan Belanda. Dalam artian sebuah produk yang dibentuk dengan suasana kebatinan zaman Belanda.
“Jadi kita harus ubah karena pertama, kita sudah menjadi negara yang merdeka. Kedua, kita mempunyai karakter yang berbeda, pengaturan yang berbeda dengan negara Belanda. Belanda itu adalah homogen beda dengan Indonesia yang heterogen,” jelasnya saat diskusi RID di Che-T Coffee, Menteng, Jakarta Selatan, Minggu (26/7/2022).
Ilham menilai, karakter masyarakat Indonesia yang memiliki basis religius dan adat istiadat yang kemudian berbeda dengan karakter masyarakat Belanda. Sebab, negara kincir angin itu hanya ada satu karakter dengan pendekatan pola pikir barat.
“Sedangkan kita menggunakan pendekatan pola pikir timur, makanya berapa pasal-pasal yang terkait dengan apa yang ada di Indonesia akan berbeda pandangan dengan apa yang ada disana. Dan hal itu wajar, karena setiap aturan kan ada yang bisa sama dan ada yang bisa berbeda. Karena tidak semua aturan harus sama, tidak semua aturan di Belanda bisa kita pakai,” ujarnya.
Selain itu, alasan ketiga menurut Ilham Putuhena adalah mengenai kebutuhan negara untuk menata isu perpidanaan yang selama ini muncul. Sebagai contoh, kasus yang menimpa lansia atas nama nenek Minah yang sempat viral karena mencuri semangka.
“Dari kasus tersebut), kenapa kita itu cenderung pada pemenjaraan sedangkan konsep baru di buku 1 KUHP tidak semua dipenjara. Pertama, ada beberapa hal yang memang tidak perlu di penjara, tapi berikan kerja sosial. Yang kedua, konsep kemudahan itu bukan hanya menghukum tapi membina juga. Jadi itu ada namanya pemidanaan, ada namanya tindakan. Tindakan itu adalah upaya dilakukan untuk perbaiki pelaku,” terangnya.
Ilham Putuhena menegaskan banyak hal di buku 1 KUHP yang sangat penting untuk sistem pidana kedepan. “Oleh karenanya, perlu segera diketok KUHP, sehingga penataan sistem pidana kita akan berbeda dengan apa yang ditinggalkan oleh zaman Belanda,” tambahnya.
Disamping itu, upaya pengesahan RKUHP dinilai semata-mata untuk kepentingan nasional dan menghasilkan KUHP versi Indonesia. Ilham Putuhena menilai agar Indonesia seperti negara lainnya yang memiliki kitab pidana sendiri.
“Setiap negara pasti punya sendiri, karena yang namanya kejahatan ini universal. Cuman ada berapa hal yang spesifik saya contohkan bagi orang Eropa, perzinahan itu ada hubungan antara suami istri orang. Di kita beda, pandangan kita berbeda. Di luar negeri sana berpikiran Barat menganggap hidup bersama itu hal yang biasa, tapi kita di daerah-daerah menganggap hal yang tabu, itu tidak dibenarkan,” ujarnya.
Menurut Ilham Putuhena cara melihat perbedaan tersebut juga memberikan terhadap karakter keindonesiaan yang memang memiliki perbedaan baik dari aspek budaya, sosial dan lingkunan. Namun disisi lain ada bentuk kesamaan, seperti pidana korupsi maupun HAM berat.
“Karena memang kejahatan transnasional itu sama dan model penyelesaiannya harus sama di negara Indonesia dengan negara lain. Karena memberantas kejahatan transnasional ini berbeda, tidak bisa parsial, harus sama, itu juga kita adopsi. Jadi ada aspek lokal, ada aspek global yang kita perbaiki. Sekaligus aturan saat ini yang kita anggap kurang baik atau ada putusan MK (Mahkamah Knstitusi) yang sudah mengaturnya, mengarahkan bagaimana kita lakukan perbaikan,” pungkasnya.